Analisis Kerugian Film 'A Business Proposal' dan Strategi Bisnis yang Harus Diterapkan

Film A Business Proposal versi Indonesia yang diproduksi oleh Falcon Pictures mengalami kerugian signifikan akibat kontroversi yang melibatkan salah satu pemeran utamanya, Abidzar Al-Ghifari.

Meidianto Aji

2/18/20253 min read

Film A Business Proposal versi Indonesia yang diproduksi oleh Falcon Pictures mengalami kerugian signifikan akibat kontroversi yang melibatkan salah satu pemeran utamanya, Abidzar Al-Ghifari. Kontroversi ini berujung pada boikot dari penonton, yang berdampak langsung pada jumlah penonton dan pendapatan film.

Kerugian Finansial dan Jumlah Penonton


Film ini mulai ditayangkan pada 6 Februari 2025, namun hanya berhasil menarik sekitar 10.035 penonton pada hari pertama dan 6.900 penonton pada hari kedua. Dalam dua hari, total penonton mencapai 16.150 orang, angka yang sangat rendah untuk sebuah film adaptasi dari serial webtoon dengan judul The Office Blind Date untuk basis penggemar korea yang kuat di Indonesia. Hingga minggu kedua Februari 2025, film A Business Proposal versi Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam jumlah bioskop yang menayangkannya. Terlihat pada 11 Februari 2025, film ini hanya tersisa di lima bioskop XXI di Jakarta. Sementara pada jaringan CGV, film ini masih tayang di enam lokasi lainnya di seluruh Indonesia, menjadikannya total sekitar 11 bioskop.

Menurut perhitungan situs Cinepoint, film A Business Proposal baru mendapatkan 20.874 penonton sejak penayangan perdana pada Kamis (6/2/2025) hingga terakhir situs ini diakses pada 18 Februari 2025. Informasi dari situs yang sama, film ini juga terlihat mencatatkan 2.491 penayangan. Jika dibandingkan dengan film dengan genre yang sama, yang berasal dari adaptasi film atau serial dari Korea, Miracle in Cell No. 7 (2022), mencatatkan 1,1 juta penonton pada minggu pertama penayangan berbanding dengan 18 ribu penonton film A Business Proposal pada periode yang sama, maka jumlah penonton film A Business Proposal terbilang sangatlah sedikit.


Lalu, berapa kerugian finansial yang dicatatkan oleh A Business Proposal?. Mengacu pada cuitan Joko Anwar melalui media sosial X, beliau menyebut, rata-rata pendapatan kotor (gross) buat satu film Indonesia saat ini yaitu jumlah tiket dikali dengan 40 ribu rupiah (harga rata-rata dari tiket bioskop di Indonesia). Namun, jumlah tersebut (40 ribu rupiah) masih dibagi lagi ke berbagai pihak, termasuk pembagian dengan bioskop dan beban biaya pajak. Sehingga, pendapatan bersih yang masuk ke kantong perusahaan film per tiket dapat dihitung hanya sekitar 18 ribu rupiah saja.


Dengan asumsi tersebut (keuntungan 18 ribu rupiah) dan mengacu data pada situs Cinepoint pendapatan bersih film A Business Proposal ini hanya sekitar Rp 375.732.000 saja. Jika melihat kembali cuitan Joko Anwar, dengan asumsi film ini menggunakan budget mikro minimal Rp2 miliar, pendapatan yang diperoleh film ini jauh dari cukup untuk menutupi biaya produksi, apalagi biaya untuk promosi. Falcon Pictures, sebagai rumah produksi, kini menghadapi kerugian besar karena film ini tidak mampu memenuhi target penjualan tiket yang diperlukan untuk mengembalikan modal.


Pelajaran dari Film A Business Proposal

Film A Business Proposal mengalami tantangan besar dalam hal jumlah penonton. Meskipun banyak penggemar drama Korea dan webtoon aslinya menantikan film ini, loyalitas penonton sangat penting untuk mencapai performa box office yang baik. Membangun keterikatan emosional dengan penonton sejak masa produksi—melalui sneak peek, interaksi di media sosial, dan promosi yang menarik—dapat membantu menciptakan buzz positif. Jika penonton merasa terlibat dan dihargai, mereka lebih cenderung untuk menonton film tersebut saat dirilis.


Strategi pemasaran yang diterapkan oleh Falcon Pictures tampaknya tidak cukup efektif. Belum lagi beberapa permasalahan yang ditemui seperti pernyataan Abidzar Al Ghifari, pemeran utama, yang mengaku tidak menonton versi drama Korea atau membaca Webtoon aslinya, dengan tujuan menciptakan karakter sendiri. Pernyataan ini memicu reaksi negatif dari penggemar, yang merasa tersinggung dan menyerukan boikot film tersebut, berimbas pada penurunan jumlah penonton dan rating film yang anjlok hingga 1/10 di IMDb. Selain itu, persaingan ketat dengan film lain yang dirilis secara bersamaan juga berkontribusi pada rendahnya minat penonton. Kualitas adaptasi yang dianggap tidak memenuhi ekspektasi penggemar, terutama penggemar fanatik drama Korea, semakin memperburuk situasi, menyebabkan kurangnya keterikatan emosional terhadap film ini.


Strategi Bisnis untuk Kesuksesan Film di Indonesia

Untuk meningkatkan peluang suksesnya film di layar lebar Indonesia, perlu beberapa strategi bisnis yang dapat diterapkan antara lain riset pasar mendalam untuk memahami target audiens dan preferensi penikmatnya, seiring dengan memastikan konten dalam film yang dihasilkan sesuai dengan harapan penonton. Selain itu, penerapan strategi pemasaran terintegrasi melalui berbagai platform media sosial juga dapat membangun loyalitas penonton. Manajemen krisis yang efektif juga penting untuk mengantisipasi kemungkinan kontroversi dan menjaga citra film itu sendiri. Kualitas produksi yang tinggi, termasuk penyutradaraan, sinematografi, dan akting, tentunya akan menarik lebih banyak penonton. Terakhir, kolaborasi dengan influencer atau kreator konten bisa dilakukan untuk memperluas jangkauan pemasaran dan menarik perhatian para audiens baru.


Falcon Pictures akhirnya merilis trailer film A Business Proposal versi Indonesia menjelang penayangannya pada 6 Februari 2025 di bioskop.(INSTAGRAM @falconpictures_.)