Bisnis Militer di Balik Selesainya Perhelatan IndoDefence 2025: Kompleksitas dan Peluang dalam Bisnis Pertahanan
Perhelatan IndoDefence Expo & Forum 2025 yang baru saja usai menjadi panggung penting bagi industri pertahanan Indonesia dan dunia untuk memperlihatkan kemajuan teknologi, menjalin kerja sama, serta menegaskan posisi strategis Indonesia dalam peta bisnis militer global.
Aryo Meidianto
6/17/20252 min read


Perhelatan IndoDefence Expo & Forum 2025 yang baru saja usai menjadi panggung penting bagi industri pertahanan Indonesia dan dunia untuk memperlihatkan kemajuan teknologi, menjalin kerja sama, serta menegaskan posisi strategis Indonesia dalam peta bisnis militer global. IndoDefence bukan sekadar pameran alutsista, melainkan juga ajang diplomasi pertahanan yang melibatkan hubungan antar pemerintah (government-to-government/G2G) dan industri pertahanan dalam negeri maupun internasional.
Bisnis militer adalah sektor ekonomi yang sangat spesifik dan kompleks, melibatkan pengadaan, pengembangan, dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang menjadi tulang punggung pertahanan negara. Di Indonesia, anggaran pertahanan tahun 2025 telah ditetapkan sebesar Rp165 triliun (sekitar US$10,12 miliar), yang meskipun relatif kecil dibandingkan negara tetangga seperti Singapura atau Australia, tetap menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Anggaran ini tidak hanya dipakai untuk pembelian alutsista baru, tetapi juga untuk perawatan, latihan, dan pengembangan teknologi pertahanan nasional yang semakin maju.
Salah satu aspek menarik dari bisnis militer adalah keterlibatan model G2G, di mana transaksi dan kerja sama pertahanan dilakukan langsung antar pemerintah. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri karena prosesnya sangat birokratis, memerlukan negosiasi tingkat tinggi, serta harus mematuhi regulasi dan kebijakan dalam negeri dan internasional. Contohnya, pembelian jet tempur F-15EX dari Amerika Serikat yang melibatkan negosiasi panjang dan pertimbangan strategis. Model G2G ini berbeda dengan bisnis komersial biasa karena melibatkan aspek diplomasi, keamanan nasional, dan sensitivitas teknologi tinggi.
Selain itu, IndoDefence 2025 berhasil mencatatkan puluhan kontrak kerja sama dan nota kesepahaman antara industri pertahanan dalam dan luar negeri, serta Kementerian Pertahanan RI. Ini menandakan geliat bisnis yang tidak hanya berorientasi pada penjualan produk, tetapi juga pengembangan teknologi bersama, transfer ilmu pengetahuan, dan pembentukan rantai pasok yang kuat untuk menjaga kesiapan alutsista dalam jangka panjang. Kerjasama semacam ini penting untuk membangun kemandirian pertahanan Indonesia sekaligus membuka peluang ekonomi baru di sektor industri strategis.
Jika dilihat dari sisi ekonomi, industri pertahanan juga berperan sebagai penggerak roda ekonomi nasional dengan menyerap tenaga kerja, mengembangkan teknologi tinggi, dan menciptakan produk bernilai tambah. Dengan meningkatnya anggaran dan dukungan pemerintah, sektor ini diperkirakan akan terus tumbuh, terutama dengan adanya dorongan untuk meningkatkan rasio anggaran pertahanan menjadi 1% dari PDB secara bertahap, seiring pertumbuhan ekonomi nasional.
Kesimpulannya, IndoDefence 2025 bukan hanya ajang pamer teknologi militer, tetapi juga cerminan kompleksitas dan potensi bisnis pertahanan yang melibatkan hubungan antarnegara, teknologi canggih, dan kebijakan strategis. Bisnis militer di Indonesia menghadapi tantangan birokrasi dan regulasi yang ketat, namun juga membuka peluang besar untuk pengembangan industri pertahanan nasional yang mandiri dan berdaya saing global. Keberhasilan perhelatan ini menjadi indikasi positif bahwa Indonesia semakin serius memposisikan diri sebagai pemain penting dalam bisnis militer regional dan internasional.
Dok. Indo Defence