E-SIM dan Dilema Kebijakan Baru: Antara Penghematan Operator dan Beban Konsumen

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Menteri Komdigi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pemanfaatan Teknologi eSIM. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung transformasi digital, mengurangi limbah plastik, dan meningkatkan efisiensi industri telekomunikasi.

Aryo Meidianto

4/14/20252 min read

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Menteri Komdigi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pemanfaatan Teknologi eSIM. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung transformasi digital, mengurangi limbah plastik, dan meningkatkan efisiensi industri telekomunikasi. Dengan eSIM 1, pengguna tidak lagi memerlukan kartu fisik karena teknologi ini tertanam langsung di perangkat dan dapat diaktifkan secara daring.

Teknologi kartu SIM digital (eSIM) akan tertanam langsung di perangkat tanpa memerlukan kartu fisik. Langkah ini digadang-gadang sebagai solusi inovatif untuk mengurangi limbah plastik sekaligus memangkas biaya operasional operator seluler. Tanpa perlu mencetak atau mendistribusikan kartu fisik, operator dapat menghemat anggaran yang kemudian dialokasikan untuk mendukung program-program pemerintah, seperti penyediaan internet murah hingga 100 Mbps dengan harga Rp100.000. Program ini didukung oleh pelelangan spektrum frekuensi 1,4 GHz yang dirancang khusus untuk layanan Broadband Wireless Access (BWA). Namun, program tersebut masih dalam tahap persiapan dan belum sepenuhnya terealisasi.

Namun, di balik optimisme tersebut, kebijakan ini menyimpan dilema yang tak bisa diabaikan. Untuk dapat menggunakan eSIM, masyarakat harus memiliki perangkat yang kompatibel dengan teknologi ini. Sayangnya, tidak semua orang memiliki akses atau kemampuan finansial untuk mengganti perangkat lama mereka dengan yang lebih canggih. Di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, membeli ponsel baru terasa seperti kemewahan bagi banyak orang. Mereka lebih memilih bertahan dengan perangkat lama yang masih berfungsi daripada harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengikuti perkembangan teknologi. Kondisi ini menciptakan jurang digital antara mereka yang mampu beradaptasi dengan perubahan dan mereka yang terpaksa tertinggal.

Selain itu, isu keamanan data menjadi salah satu kekhawatiran utama masyarakat terhadap eSIM. Meski teknologi ini menjanjikan efisiensi dan kemudahan, skeptisisme terhadap perlindungan data pribadi tetap tinggi. Pengalaman buruk dengan kartu SIM fisik, seperti kebocoran nomor pribadi yang berujung pada serangan spam atau penyalahgunaan oleh pihak tak bertanggung jawab, membuat banyak orang ragu terhadap keamanan eSIM yang sepenuhnya berbasis digital. Apakah operator benar-benar mampu melindungi data pengguna dari ancaman peretasan? Ataukah justru teknologi ini membuka celah baru bagi pelanggaran privasi?

Di sisi lain, kebijakan eSIM sebenarnya menawarkan potensi besar jika diterapkan dengan baik. Penghematan biaya operasional oleh operator seluler dapat dialihkan untuk memperluas jangkauan jaringan internet, meningkatkan kualitas layanan, atau bahkan menurunkan harga langganan bagi konsumen. Program internet murah dengan kecepatan tinggi bisa menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini terbebani oleh tarif internet mahal. Namun, tanpa dukungan infrastruktur digital yang merata di seluruh wilayah Indonesia, mimpi tersebut berisiko hanya menjadi wacana belaka.

Transisi menuju eSIM bukanlah sekadar soal mengganti teknologi; ini juga mencerminkan kesiapan berbagai pihak untuk menghadapi perubahan besar dalam ekosistem digital. Pemerintah dan operator seluler perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak menjadi beban baru bagi masyarakat. Edukasi tentang manfaat dan keamanan eSIM harus dilakukan secara masif agar masyarakat memahami pentingnya teknologi ini. Selain itu, insentif bagi pengguna yang ingin beralih ke eSIM dapat membantu meringankan beban finansial mereka.

Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan eSIM bergantung pada bagaimana pemerintah dan operator seluler menjawab tantangan-tantangan tersebut. Inovasi seperti eSIM hanya akan bermakna jika ia hadir untuk memudahkan kehidupan masyarakat, bukan menyulitkan mereka. Dialog terbuka antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat menjadi kunci agar transformasi digital dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat nyata bagi semua pihak.


1 eSIM (embedded SIM) adalah SIM digital yang tertanam di dalam perangkat elektronik, seperti ponsel, tablet, atau smartwatch.

Ilustrasi eSIM dibuat dengan menggunakan aplikasi AI - prompt by Bizsense