Mengapa Naming Rights Jadi Senjata Ampuh Branding di Transportasi Jakarta?
Baru-baru ini, grup band D'Masiv 2 juga turut memanfaatkan naming rights di halte Transjakarta Petukangan Utara, yang kini berganti nama menjadi Halte Petukangan D’Masiv. Lalu, apa sebenarnya kegunaan dan keuntungan naming rights bagi bisnis? Mengapa semakin banyak perusahaan yang tertarik menginvestasikan dana mereka dalam hal ini?
Aryo Meidianto
3/6/20253 min read


Tren naming rights1 atau hak penamaan semakin populer di Jakarta, terutama pada sektor transportasi publik. Beberapa contoh yang mencolok termasuk Halte MRT Indomaret Fatmawati, Halte LRT Pancoran Bank BJB dan Halte Transjakarta Widya Chandra Telkomsel. Sementara untuk stasiun MRT Jakarta, ada Stasiun Senayan Mastercard, Stasiun Setiabudi Astra, Stasiun Blok M BCA, Stasiun Istora Mandiri, dan Stasiun Dukuh Atas BNI.
Baru-baru ini, grup band D'Masiv 2 juga turut memanfaatkan naming rights di halte Transjakarta Petukangan Utara, yang kini berganti nama menjadi Halte Petukangan D’Masiv. Lalu, apa sebenarnya kegunaan dan keuntungan naming rights bagi bisnis? Mengapa semakin banyak perusahaan yang tertarik menginvestasikan dana mereka untuk menggunakan cara naming rights?
Mengenal Naming Rights
Naming rights adalah sebuah kesepakatan antara pemilik fasilitas, seperti halte atau stadion, dengan perusahaan atau merek tertentu untuk memberikan nama merek pada fasilitas tersebut. Naming rights merupakan salah satu bentuk sponsorship yang tidak hanya memberikan eksposur terhadap merek, tetapi juga membangun asosiasi positif antara merek dan lokasi. Salah satu keuntungan utama naming rights adalah eksposur merek yang luas.
Dengan menempatkan nama merek di fasilitas publik yang ramai dikunjungi, seperti stasiun atau halte transportasi, bisnis dapat menjangkau ribuan bahkan jutaan orang setiap harinya. Misalnya, Halte Lebak Bulus Grab yang berlokasi di kawasan strategis Jakarta Selatan pasti dilihat oleh ribuan pengguna jalan setiap harinya.
Selain eksposur, naming rights juga membantu membangun brand awareness secara signifikan. Nama merek yang terpampang besar di fasilitas publik akan terus diingat oleh masyarakat, terutama jika lokasinya strategis dan sering dilalui. Hal ini juga menciptakan asosiasi positif dengan lokasi strategis. Kehadiran merek di fasilitas publik yang dikelola dengan baik juga dapat meningkatkan kepercayaan konsumen. Masyarakat cenderung memandang merek yang terlibat dalam naming rights sebagai perusahaan yang besar dan memiliki komitmen terhadap masyarakat yang akan dilihat dengan dukungannya pada transportasi publik. Selain itu, naming rights dapat menjadi alat diferensiasi dari pesaing. Contohnya, dengan menamai halte Transjakarta, band D'Masiv tidak hanya meningkatkan eksposur, tetapi juga membedakan mereka dari band-band lain yang mungkin tidak memiliki visibilitas sebesar itu.
Investasi Naming Rights
Harga naming rights bervariasi tergantung pada lokasi, popularitas fasilitas, dan durasi kontrak. Sebagai contoh, biaya naming rights untuk halte Transjakarta berkisar antara Rp500 juta hingga Rp2 miliar per tahun, tergantung pada lokasi dan volume pengunjung. Sementara itu, di tingkat internasional, harga naming rights untuk stadion bisa mencapai puluhan juta dolar per tahun, seperti Allianz Arena di Jerman yang membayar sekitar US$6 juta per tahun untuk hak penamaan.
Pemilihan nama dalam naming rights juga sangat penting. Nama yang digunakan harus mudah diingat, relevan dengan target pasar, dan mencerminkan nilai dari merek tersebut. Misalnya, Halte Indomaret Fatmawati sangat relevan karena target pasar Indomaret adalah masyarakat umum yang banyak menggunakan transportasi publik.
Beberapa studi kasus menarik di Jakarta menunjukkan bagaimana naming rights dapat dimanfaatkan dengan efektif. Halte Lebak Bulus Grab memberikan eksposur besar bagi Grab di kalangan pengguna transportasi publik. Halte Indomaret Fatmawati membantu meningkatkan recall rate merek Indomaret di kalangan konsumen. Sementara itu, Halte Petukangan D'Masiv menjadi contoh bagaimana industri kreatif juga bisa memanfaatkan tren ini untuk meningkatkan popularitas.
Secara keseluruhan, naming rights adalah strategi pemasaran yang terbilang powerful untuk meningkatkan eksposur terhadap merek, membangun brand awareness, dan menciptakan asosiasi positif pada lokasi strategis. Dengan investasi yang relatif besar, bisnis dapat memperoleh keuntungan jangka panjang dalam hal visibilitas dan kepercayaan konsumen. Bagi perusahaan yang ingin membedakan diri dari pesaing dan mencapai audiens yang luas, naming rights di fasilitas transportasi publik seperti halte MRT atau Transjakarta bisa menjadi pilihan yang tepat.
Namun demikian, penting untuk memilih nama yang relevan dan lokasi yang strategis agar investasi ini memberikan hasil maksimal. Bizsense memandang naming rights bukan sekadar tentang nama, tapi tentang membangun legacy dan kepercayaan merek di mata konsumen.
1 Naming Rights atau Hak Penamaan adalah transaksi keuangan dan bentuk periklanan atau memorialisasi di mana suatu korporasi, orang, atau entitas lain membeli hak untuk memberi nama suatu fasilitas, objek, lokasi, program, atau acara (paling sering tempat olahraga), biasanya untuk jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk meningkatkan brand awareness di masyarakat, dengan harapan seiring berjalannya waktu akan menjadi Top of Mind.
2 D’Masiv atau aslinya d'Masiv merupakan sebuah grup musik rock alternatif Indonesia yang berdomisli di Jakarta. Grup band ini memiliki 5 orang anggota yaitu Rian Ekky Pradipta (vokal), Nurul Damar Ramadan (gitar), Dwiki Aditya Marsall (gitar), Rayyi Kurniawan Iskandar Dinata (bass) dan Wahyu Piadji (drum). D'Masiv pertama kali dibentuk pada 3 Maret 2003. Nama D'Masiv sendiri berasal dari kata dalam bahasa Inggris "massive" sebagai semacam pengharapan agar bisa meraih hasil sebaik mungkin di kancah musik nasional.
Halte Petukangan Utara kini berubah nama menjadi Petukangan D'Masiv(Instagram @pt_transjakarta)


D'MASIV membeli naming rights halte TransJakarta/Foto: Instagram.com/dmasivbandofficial/pt_transjakarta