Pembukaan Toko Arc’teryx di Bali: Antara Kekeliruan dan Dugaan Pembajakan Merek
Pembukaan toko Arc’teryx di Bali menjadi sorotan publik, terutama di kalangan pecinta brand outdoor ternama asal Kanada tersebut karena diduga toko yang berlokasi di Beachwalk Shopping Center, Bali, ini bukanlah toko resmi.
Meidianto A.
2/10/20252 min read


Baru-baru ini, pembukaan toko Arc’teryx di Bali menjadi sorotan publik, terutama di kalangan pecinta brand outdoor ternama asal Kanada tersebut. Di balik kemeriahan pembukaannya, muncul dugaan bahwa toko yang berlokasi di Beachwalk Shopping Center, Bali, ini bukanlah toko resmi dari Arc’teryx, melainkan terkait dengan perusahaan lain yang mengklaim kepemilikan merek tersebut di Indonesia.
Dilansir dari laman resmi situs Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham @djki_kemenkum, merek Arc’teryx yang terdaftar di Indonesia ternyata dimiliki oleh perusahaan asal China bernama Perfect Supply Chain Co LTD, bukan oleh Amer Sport @arcteryx, perusahaan induk resmi Arc’teryx. Fakta ini menimbulkan spekulasi bahwa kemungkinan merk Arc’teryx telah "dibajak" di Indonesia, apalagi fakta memperlihatkan pendaftaran merek tersebut telah dilakukan sejak akhir tahun 2023.
Menariknya, Amer Sport Canada Inc, pemilik resmi Arc’teryx, baru mendaftarkan mereknya di Indonesia pada tanggal 6 Februari 2024, selang 4 hari setelah pembukaan toko Arc’teryx di Beachwalk Shopping Center. Diduga langkah ini diambil setelah mengetahui pembukaan toko tersebut. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pembukaan toko tersebut dilakukan tanpa izin dari pemilik merek resmi, atau ada kesepakatan tertentu di balik layar?
Kejadian ini mengingatkan kita pada pentingnya kehati-hatian dalam melindungi hak kekayaan intelektual, terutama bagi merek-merek global yang sangat rentan terhadap praktik pembajakan atau pendaftaran merek oleh pihak lain. Bagi konsumen, hal ini juga menjadi pengingat untuk selalu memverifikasi keaslian produk dan toko dapat dilakukan dengan pengecekan keaslian toko melalui situs resmi merek guna memastikan bahwa mereka berbelanja di gerai resmi dan terhindar dari produk palsu atau tidak terjamin keasliannya.
Media tampaknya juga lebih berhati-hati dalam memberitakan informasi terkait merek-merek ternama. Seperti pada kasus ini, Hypest langsung menurunkan berita tentang pembukaan toko Arc’teryx tanpa melakukan verifikasi mendalam terlebih dahulu. Pastikan untuk selalu melakukan pengecekan fakta, termasuk memverifikasi keaslian toko dan kepemilikan merek melalui sumber resmi, seperti situs web resmi merek atau lembaga terkait seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Tindakan ini tidak hanya melindungi kredibilitas media itu sendiri, tetapi juga membantu mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan dan melindungi konsumen dari praktik-praktik penipuan atau pembajakan merek.
Sampai saat ini, induk Arc’teryx belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Namun, kasus ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi merek-merek internasional lainnya untuk segera mengamankan hak kekayaan intelektual mereka di berbagai negara, termasuk Indonesia, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.