Prospek Bisnis Migas Indonesia di Tengah Gejolak Timur Tengah Setelah Ancaman Penutupan Selat Hormuz
Konflik Iran-Israel yang memanas telah menciptakan badai ketidakpastian bagi bisnis migas global, terutama dalam perdagangan minyak mentah. Eskalasi militer antara kedua negara telah memicu kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri.
Aryo Meidianto
6/25/20252 min read


Konflik Iran-Israel yang memanas telah menciptakan badai ketidakpastian bagi bisnis migas global, terutama dalam perdagangan minyak mentah. Eskalasi militer antara kedua negara telah memicu kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri. CEO Shell, Wael Sawan mengakui bahwa perusahaannya kini "sangat berhati-hati" dalam mengelola pengiriman melalui Timur Tengah. Kewaspadaan ini bukan tanpa alasan: Selat Hormuz, jalur laut tempat 20% pasokan minyak dunia mengalir, menjadi titik kritis yang berpotensi mengguncang pasar energi global jika terjadi gangguan.
Serangan Israel terhadap fasilitas energi Iran, termasuk depot bahan bakar di Teheran dan ladang gas South Pars, telah mendorong kenaikan harga minyak mentah Brent hingga 13% dalam hitungan hari. Lonjakan ini mencerminkan sensitivitas pasar terhadap gangguan pasokan, meskipun kenaikan masih terbilang moderat karena investor memantau apakah infrastruktur fisik benar-benar terdampak. Namun, skenario terburuk belum terjadi, Analis J.P.Morgan memprediksi harga minyak bisa melonjak hampir 70% jika Selat Hormuz benar-benar ditutup. Bagi Indonesia, yang mengimpor 1 juta barel minyak per hari, skenario ini menjadi mimpi buruk karena kenaikan harga akan diperparah oleh pelemahan nilai tukar rupiah, berpotensi membebani Anggaran pendapatan Belanja negara (APBN) secara signifikan.
Selain risiko penutupan Selat Hormuz oleh Iran yang telah diwacanakan parlemen Iran sebagai respons atas serangan Amerika Serikat (AS), pelaku bisnis migas juga menghadapi ancaman dari kelompok Houthi di Yaman. Kelompok ini secara terbuka mengancam akan menyerang kapal dagang dan perang terhadap AS di Laut Merah jika Amerika terlibat campur tangan lebih dalam dalam konflik Israel-Iran. Pola serangan Houthi sebelumnya membuktikan kapasitas operasional mereka, sejak Oktober 2023, kelompok ini telah melancarkan 27 serangan terhadap kapal komersial menggunakan rudal balistik anti-kapal dan drone. Kontrol Houthi atas Pelabuhan Hudaydah di Laut Merah juga memberi mereka kesempatan yang dapat mengganggu 90% pasokan pangan Yaman, sekaligus mengancam jalur ekspor minyak Arab Saudi.
Meskipun tantangan geopolitik membayangi, industri migas Indonesia masih memiliki ruang optimis. Pemerintah RI memproyeksikan lifting minyak mentah nasional mencapai 600 ribu barel per hari pada 2025, dengan investasi sektor hulu migas yang mencapai US$15,56 miliar pada 2023. Kebijakan diversifikasi energi, seperti pemanfaatan biofuel dari CPO, menjadi krusial untuk memitigasi risiko ketergantungan impor. Di tingkat global, perusahaan seperti Shell telah menyiapkan rencana kontinjensi, termasuk pemantauan ketat pergerakan militer AS dan pengalihan rute pengiriman.
Proyeksi ke Depan: Antara Peluang dan Bencana
Prospek bisnis migas 2025 akan sangat ditentukan oleh dua faktor kunci: pertama, kemampuan diplomasi internasional dalam mencegah eskalasi Iran-Israel menjadi konflik terbuka; kedua, kesiapan infrastruktur logistik alternatif jika Selat Hormuz terganggu. Skenario terburuk, penutupan Selat Hormuz lebih dari beberapa hari, bisa memicu inflasi global dan resesi ekonomi. Namun, peluang tetap terbuka bagi inovasi, seperti percepatan transisi energi dan pemanfaatan jalur pipa gas untuk mengurangi ketergantungan pada jalur laut rawan konflik.
Pada akhirnya, bisnis migas di era gejolak geopolitik ini mengajarkan satu pelajaran utama, Ketangguhan tidak lagi sekadar soal efisiensi produksi, melainkan kemampuan beradaptasi dengan peta risiko yang berubah dalam hitungan jam. Para pelaku yang mampu membangun sistem pemantauan ancaman real-time, diversifikasi pasokan, dan kolaborasi lintas batas akan menjadi pemenang di tengah badai ketidakpastian ini.
Ilustrasi dibuat dengan menggunakan aplikasi AI - prompt by Bizsense Indonesia